“Kriiiiiing ….,” bunyi telepon bergema mengagetkan Bang Toyib yang lagi bersantai.
“Rumah Makan ‘Aya Naon’, ada yang bisa dibantu ?” Bang Toyib mengangkat dan menjawab telepon itu.
“Tolong dikirimkan Nasi Rames Komplit, empat puluh porsi dan di antar ke PT. Ayam Jago,” seseorang di seberang telepon menimpali.
“Siap, dalam waktu satu jam, kiriman akan sampai disana,” dengan
Sudah tiga tahun ini Bang Toyib berbisnis rumah makan di salah satu sudut Kota Luwuk, ibukota Kabupaten Banggai. Perantauannya yang jauh dari Tanah Pasundan kali ini mengantarkan dia ke
Bang Toyib memang sangat menikmati suasana alam di sini. Pantai yang jernih, berwarna biru kehijau-hijauan dengan latar belakang Pulau Peling diseberang sangat memanjakan mata, apalagi pada saat kawanan lumba-lumba lewat dan melompat-lompat dengan riang. Pegunungan W di belakang
Tempat favorit Bang Toyib adalah ‘Keles’ suatu bukit di Utara
Seumur hidupnya, baru disinilah dia mendapatkan sensasi alam yang begitu vulgar dan luar biasa indahnya. Bukti kebesaran Yang Kuasa. Sensasi alam yang tidak pernah didapatkan di tempat dia lahir dan besar. Tempat yang lebih banyak berselimut debu dan asap knalpot kendaraan yang meraung-raung.
“Mamat !” dia berteriak, “Siapkan empat puluh box nasi rames komplit”.
“Siap, Bos …,” anak buahnya yang diperintah menjawab.
“Langsung diantar ke PT. Ayam Jago, gak pakai lama,” Bang Toyib kembali menimpali. “Orangnya udah nungguin,” kembali dia berkata.
Rumah Makan ‘Aya Naon’ Bang Toyib memang sekarang cukup ramai. Terbuka dan makin mudahnya akses ke Kota Luwuk salah satu pendorong kemajuan rumah makan yang dimiliki Bang Toyib. Hampir dipastikan setiap orang baru di Luwuk akan mampir ke RM. Aya Naon Bang Toyib. Demikianpun penduduk
“Racikan masakannya enak,” Salah satu pelanggan berkata.
“Sambel lalapnya itu, ….. pe sadap jo, ….” yang lain menimpali.
RM. Aya Naon memang dikenal menjaga kualitas. Semua yang makanan yang dimasak dan disajikan diolah dalam keadaan segar. Dari awal pembukaan rumah makan, Bang Toyib sang pemilik, memang telah berkomitment untuk itu. Syukur Alhamdulillah, komitmen Bang Toyib mendapatkan apreasiasi yang tinggi dari para pelanggan rumah makannya. Promosi dari mulut ke mulut merupakan salah satu sarana makin bertambahnya pelanggan setia rumah makannya.
“Kriiiiiiiing …..,” kembali telepon berbunyi.”…. pak, boleh pesan nasi deng kepiting rica-rica dua bungkus ….”.
“Oh, boleh,” sahut Bang Toyib. “Diantar kemana ?”. Bang Toyib memang berkomitmen untuk melayani. Bila pelanggan minta makanan diantar, walaupun hanya satu porsi, RM. Aya Naon siap melayani. Baginya nominal pembelian pelanggan bukanlah tolak ukur. Namun lebih dari itu kesetiaan pelanggan, nama baik rumah makan yang senantiasa terjaga dan pelayanan terbaik mendapatkan posisi yang utama.
Itulah modal awal Bang Toyib membuka bisnis rumah makan. Tidak heran dengan cara begitu pada tahun pertama rumah makannya dibuka, bukannya mendapatkan untung, rumah makan yang dikelolanya malah rugi besar. Belum adanya pelanggan, biaya operasional yang tinggi merupakan pemicu kerugian itu. Modal awal yang disiapkan tidak mencukupi untuk menutup kerugian. Setelah hutang
Disamping ketelatenan dan cara berbisnisnya, perkembangan daerah turut membantu kemajuan bisnis rumah makan Bang Toyib. Banyaknya pengusaha yang mengexplorasi nikel di Luwuk, ditemukannya cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar di Kab. Banggai, menyebabkan masuknya para pendatang dari berbagai pelosok negeri. Ibarat lebah yang mengerubuti sumber madu.
Hal itu belum ditambah pengusaha-pengusaha sawit yang rajin memutari daerah mencari lokasi yang tepat untuk investasi perkebunan. Ditemukannya cadangan emas disamping hasil pertanian yang memang melimpah berupa coklat, cengkeh, kopra, rumput laut dan beberapa komoditas lainnya juga merupakan daya tarik lain pada pendatang untuk merapat dan mendapatkan berbagai peluang yang tersedia. Hilir mudiknya muka-muka baru yang mampir di RM. Aya Naon sekarang bukan lagi merupakan pemandangan aneh bagi Bang Toyib dan crew RM. Aya Naon.
Luwuk sekarang ibarat magnet dengan kumparan kuat yang menarik orang untuk berkumpul. Sangat berbeda keadaannya tiga tahun lalu pada saat Bang Toyib datang. Seingatnya, tiga tahun lalu saat pertamakali ke Kota Luwuk,
Kini ditahun ketiga perantauannya, Bang Toyib mulai menuai hasil kerja kerasnya. Pelanggannya bertambah banyak.
“Kriiiiing ………,” telepon berdering kembali mengagetkan Bang Toyib.
“Pak, … boleh booking seratus tempat untuk pertemuan nanti malam?” Suara perempuan mendayu-dayu diujung telepon.
“Baik Ibu, jam berapa ingin disiapkan ?” jawab Bang Toyib.
Setelah menyelesaikan pembicaraannya dengan perempuan di ujung telepon, Bang Toyib kembali duduk. Tangannya melirik laci dan mengira-ngira jumlah uang yang sudah masuk hari ini.
“Lumayan,….. “ ujarnya dalam hati.
Kini saatnya dia menghitung pendapatannya hari itu kemudian menyetorkannya ke Bank bersama dengan pendapatan hari sebelumnya. Rasanya sudah cukup dulu kerja kerasnya selama tiga tahun. Bang Toyib berniat untuk mudik dulu sementara selama dua minggu, menjenguk keluarganya di kampung. Mamat, anak buah kepercayaannya, nampaknya sudah cukup mampu untuk memegang kendali rumah makan selama dia pergi.
Sudah tiga tahun dia diperantauan, sudah saatnya memang dia menikmati sedikit dari hasil kerja kerasnya. Tiga kali puasa dan tiga kali lebaran di lakoni Bang Toyib di tanah orang dan ini saatnya untuk pulang sementara, berbagi sedikit rejeki dengan orang-orang yang selama ini setia menungu dan mendoakan kesuksesan Bang Toyib.
“Abang ke Bank dulu ya, … sekalian cari tiket untuk mudik.” Ujar Bang Toyib kepada salah satu anak buahnya.
“Mamat ….., jaga laci !” teriaknya.
Luwuk, 21 Oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar