Rabu, 11 November 2009

Bang Toyib

“Kriiiiiing ….,” bunyi telepon bergema mengagetkan Bang Toyib yang lagi bersantai.

“Rumah Makan ‘Aya Naon’, ada yang bisa dibantu ?” Bang Toyib mengangkat dan menjawab telepon itu.

“Tolong dikirimkan Nasi Rames Komplit, empat puluh porsi dan di antar ke PT. Ayam Jago,” seseorang di seberang telepon menimpali.

“Siap, dalam waktu satu jam, kiriman akan sampai disana,” dengan gaya profesionalnya Bang Toyib meyakinkan.

Sudah tiga tahun ini Bang Toyib berbisnis rumah makan di salah satu sudut Kota Luwuk, ibukota Kabupaten Banggai. Perantauannya yang jauh dari Tanah Pasundan kali ini mengantarkan dia ke kota asri di ujung timur Pulau Sulawesi. Kota yang membumi, tempat hidup bersama beragam suku bangsa di Indonesia dengan damai dan tenteram bersama dengan penduduk lokal, Suku Saluan, Balantak dan Banggai. Kota yang indah tiada duanya, bak kepingan mutiara yang terburai dengan sinar-sinar menyilaukan.

Bang Toyib memang sangat menikmati suasana alam di sini. Pantai yang jernih, berwarna biru kehijau-hijauan dengan latar belakang Pulau Peling diseberang sangat memanjakan mata, apalagi pada saat kawanan lumba-lumba lewat dan melompat-lompat dengan riang. Pegunungan W di belakang kota dengan pohon-pohon rindang nan asri menggoda siapa saja untuk berdecak kagum untuk kemudian menahan hasrat membelai helai-helai hijaunya dedaunan. Gemericik air sungai yang jernih, membelah kota dengan alurnya yang berkelok-kelok menggoda, laksana gadis manis muda jenaka.

Tempat favorit Bang Toyib adalah ‘Keles’ suatu bukit di Utara Kota. Dari situ pemandangan kota kelihatan jelas dan sangat hidup pada malam hari dengan lampu yang berkelap kelip nan binal. Bukit yang mendapat pujian dari Dahlan Iskan, Bos Jawa Pos pada saat beliau berkunjung itu memang sukar sekali dilukiskan keindahannya dengan kata-kata. Kapal laut yang berlabuh dan keluar masuk pelabuhan di teluk dalam kota, burung-burung sejenis elang yang beterbangan disore hari menyegarkan mata siapapun yang melihatnya. Bagi Kawula muda lokasi ini juga merupakan lokasi kongkow favorit. Pada malam liburan, tak jarang lokasi ini sangat ramai pasangan yang memadu asmara.

Seumur hidupnya, baru disinilah dia mendapatkan sensasi alam yang begitu vulgar dan luar biasa indahnya. Bukti kebesaran Yang Kuasa. Sensasi alam yang tidak pernah didapatkan di tempat dia lahir dan besar. Tempat yang lebih banyak berselimut debu dan asap knalpot kendaraan yang meraung-raung. Ada rasa syukur Bang Toyib untuk berkesempatan menjadi warga kota kecil nan asri ini, namun ada juga kerinduan akan tempat kelahirannya.

“Mamat !” dia berteriak, “Siapkan empat puluh box nasi rames komplit”.

“Siap, Bos …,” anak buahnya yang diperintah menjawab.

“Langsung diantar ke PT. Ayam Jago, gak pakai lama,” Bang Toyib kembali menimpali. “Orangnya udah nungguin,” kembali dia berkata.

Rumah Makan ‘Aya Naon’ Bang Toyib memang sekarang cukup ramai. Terbuka dan makin mudahnya akses ke Kota Luwuk salah satu pendorong kemajuan rumah makan yang dimiliki Bang Toyib. Hampir dipastikan setiap orang baru di Luwuk akan mampir ke RM. Aya Naon Bang Toyib. Demikianpun penduduk kota yang lagi enggan, lupa memasak ataupun lagi berwisata kuliner, pilihan pertama yang akan dituju pastinya RM.Aya Naon.

“Racikan masakannya enak,” Salah satu pelanggan berkata.

“Sambel lalapnya itu, ….. pe sadap jo, ….” yang lain menimpali.

RM. Aya Naon memang dikenal menjaga kualitas. Semua yang makanan yang dimasak dan disajikan diolah dalam keadaan segar. Dari awal pembukaan rumah makan, Bang Toyib sang pemilik, memang telah berkomitment untuk itu. Syukur Alhamdulillah, komitmen Bang Toyib mendapatkan apreasiasi yang tinggi dari para pelanggan rumah makannya. Promosi dari mulut ke mulut merupakan salah satu sarana makin bertambahnya pelanggan setia rumah makannya.

“Kriiiiiiiing …..,” kembali telepon berbunyi.”…. pak, boleh pesan nasi deng kepiting rica-rica dua bungkus ….”.

“Oh, boleh,” sahut Bang Toyib. “Diantar kemana ?”. Bang Toyib memang berkomitmen untuk melayani. Bila pelanggan minta makanan diantar, walaupun hanya satu porsi, RM. Aya Naon siap melayani. Baginya nominal pembelian pelanggan bukanlah tolak ukur. Namun lebih dari itu kesetiaan pelanggan, nama baik rumah makan yang senantiasa terjaga dan pelayanan terbaik mendapatkan posisi yang utama.

Itulah modal awal Bang Toyib membuka bisnis rumah makan. Tidak heran dengan cara begitu pada tahun pertama rumah makannya dibuka, bukannya mendapatkan untung, rumah makan yang dikelolanya malah rugi besar. Belum adanya pelanggan, biaya operasional yang tinggi merupakan pemicu kerugian itu. Modal awal yang disiapkan tidak mencukupi untuk menutup kerugian. Setelah hutang sana, hutang sini, sinar terang mulai menghampiri Bang Toyib di tahun keduanya berbisnis.

Disamping ketelatenan dan cara berbisnisnya, perkembangan daerah turut membantu kemajuan bisnis rumah makan Bang Toyib. Banyaknya pengusaha yang mengexplorasi nikel di Luwuk, ditemukannya cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar di Kab. Banggai, menyebabkan masuknya para pendatang dari berbagai pelosok negeri. Ibarat lebah yang mengerubuti sumber madu.

Hal itu belum ditambah pengusaha-pengusaha sawit yang rajin memutari daerah mencari lokasi yang tepat untuk investasi perkebunan. Ditemukannya cadangan emas disamping hasil pertanian yang memang melimpah berupa coklat, cengkeh, kopra, rumput laut dan beberapa komoditas lainnya juga merupakan daya tarik lain pada pendatang untuk merapat dan mendapatkan berbagai peluang yang tersedia. Hilir mudiknya muka-muka baru yang mampir di RM. Aya Naon sekarang bukan lagi merupakan pemandangan aneh bagi Bang Toyib dan crew RM. Aya Naon.

Luwuk sekarang ibarat magnet dengan kumparan kuat yang menarik orang untuk berkumpul. Sangat berbeda keadaannya tiga tahun lalu pada saat Bang Toyib datang. Seingatnya, tiga tahun lalu saat pertamakali ke Kota Luwuk, kota ini belum seramai sekarang. Perjalanan darat dari Palu yang merupakan ibukota propinsi ditempuh dengan perjuangan berat oleh Bang Toyib. Delapan belas jam perjalanan dengan medan jalan yang rusak, berkelak-kelok serta berulangkali naik turun gunung merupakan rekor perjalanan tersendiri buat Bang Toyib. Sebelumnya perjalanan darat terjauh yang dilakukan keluarga Bang Toyib hanyalah JakartaBandung dengan waktu tempuh cukup dua jam saja diatas aspal yang di semir mulus.

Kini ditahun ketiga perantauannya, Bang Toyib mulai menuai hasil kerja kerasnya. Pelanggannya bertambah banyak. Omzet RM. Aya Naon meningkat pesat. Jumlah crew dari 2 orang menjadi 20 orang. Prospek usahanya juga menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan. RM. Aya Naon telah menjadi rujukan rumah makan terbaik di kota Luwuk. Ketenaran yang dibangun dengan keringat dan kerja keras Bang Toyib.

“Kriiiiing ………,” telepon berdering kembali mengagetkan Bang Toyib.

“Pak, … boleh booking seratus tempat untuk pertemuan nanti malam?” Suara perempuan mendayu-dayu diujung telepon.

“Baik Ibu, jam berapa ingin disiapkan ?” jawab Bang Toyib.

Setelah menyelesaikan pembicaraannya dengan perempuan di ujung telepon, Bang Toyib kembali duduk. Tangannya melirik laci dan mengira-ngira jumlah uang yang sudah masuk hari ini.

“Lumayan,….. “ ujarnya dalam hati.

Kini saatnya dia menghitung pendapatannya hari itu kemudian menyetorkannya ke Bank bersama dengan pendapatan hari sebelumnya. Rasanya sudah cukup dulu kerja kerasnya selama tiga tahun. Bang Toyib berniat untuk mudik dulu sementara selama dua minggu, menjenguk keluarganya di kampung. Mamat, anak buah kepercayaannya, nampaknya sudah cukup mampu untuk memegang kendali rumah makan selama dia pergi.

Sudah tiga tahun dia diperantauan, sudah saatnya memang dia menikmati sedikit dari hasil kerja kerasnya. Tiga kali puasa dan tiga kali lebaran di lakoni Bang Toyib di tanah orang dan ini saatnya untuk pulang sementara, berbagi sedikit rejeki dengan orang-orang yang selama ini setia menungu dan mendoakan kesuksesan Bang Toyib.

“Abang ke Bank dulu ya, … sekalian cari tiket untuk mudik.” Ujar Bang Toyib kepada salah satu anak buahnya.

“Mamat ….., jaga laci !” teriaknya.

Luwuk, 21 Oktober 2009

Tidak ada komentar: